Rabu, 16 Desember 2009

Industri Animasi Indonesia

Seperti yang kita ketahui Indonesia sangat jarang membuat film dalam bentuk animasi, dan hal inilah akibat dari buruknya sektor animasi di Indonesia. Padahal Indonesia mempunya banyak animator dan bibit-bibit unggul dalam industri animasi untuk negeri sendiri. Cukup banyak animator Indonesia yang membantu dalam pembuatan film animasi untuk luar negeri.

Sebuah kajian media asing, asosiasi animasi Nasscom di Thailand pada Mei 2004 yang berjudul "Thai Digital Content Cluster Benchmarking Study" dan dipublikasikan di Reuters (19-11), membuat analisis perbandingan peringkat industri animasi dan konten di negara Asia.

Dan hasilnya. Jepang di puncak tertinggi dan Indonesia cuma pada posisi juru kunci.

Selama 30 tahun ini Jepang masih dianggap sebagai negara yang paling kuat dalam sektor animasi dengan skor tertinggi (9,0). Korea Selatan (8,5) yang meraih peringkat kedua, Singapura (8,0), Hong Kong (7,5), Taiwan (6,5), Thailand (5,0), India (4,5), Malaysia (3,5), Filipina (3,5), dan Vietnam (2,0).

Indonesia berada pada posisi terendah jauh di bawah Industri animasi di Jepang dan Korea yang sudah maju pesat. Bahkan dari industri tersebut, Jepang dan Korea mampu menyerap banyak tenaga kerja. Jepang mampu menyerap 20.000 orang dan Korea menyerap 15.000 orang untuk animasi dan 10.000 orang untuk games.

Bayak faktor yang menghambat berkembangnya industri animasi di Indonesia, mulai dari masalah biaya produksi, faktor masyarakat, dan dukungan pemerintah.

Besar pasak dari pada tiang, mungkin inilah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan masalah yang dihadapi oleh rumah produksi lokal. Untuk membuat satu produk animasi dibutuhkan biaya yang cukup besar. Tetapi produk animasi luar negeri bisa lebih murah, karena perusahaan yang memproduksinya bisa menjual ke banyak Negara lain, sehingga biaya produksi dapat tertutupi dan mampu meraih untung. Berbeda dengan produsen dalam negeri yang tidak memili hak “loyalty” untuk menjual produknya ke lebih dari stasiun televisi ataupun secara ritel kepada masyarakat. Sehingga, harga yang harus ditanggung oleh satu stasiun tv dalam negeri untuk satu produk animasi lokal lebih besar daripada biaya untuk satu produk animasi luar negeri yang ditanggung oleh banyak stasiun tv dari berbagai Negara. Hal inilah yang membuat stasiun televisi di Indonesia lebih suka membeli produk animasi dari luar daripada produk dalam negeri.

Masalah lainnya adalah kurangnya perhatian pemerintah untuk memajukan industri animasi di Indonesia, sebagai contoh Pemerintah Malaysia mempunyai aturan untuk kategori iklan animasi, hanya animasi buatan lokal saja yang boleh disiarkan di stasiun televisi Malaysia. Indonesia seharusnya mencontoh dan memberikan regulasi serupa sehingga perkembangan industri animasi lokal bisa terpacu.

Tetapi faktor yang paling mendasar adalah, masyarakat yang bertindak sebagai konsumen. Masyarakat lebih cenderung menyukai produk animasi dari luar negeri. film animasi yang begitu dikenal luas oleh masyarakat Indonesia saat ini, khususnya dikalangan remaja, seperti, Naruto, One Piece, Sponge Bob, Tom & Jerry, Death Note, atau serial kartun Upin dan Ipin dari Malaysia, yang mulai mendapat banyak penggemar bahkan sampai ke Indonesia dan Turki.



Hampir semua dari kita mengenal dan menyukai film animasi tersebut. Tetapi kita tidak memiliki kesempatan untuk menyukai produk animasi dalam negeri, dikarenakan sedikitnya jumlah produk animasi yang diprodiksi di Indonesia. Belum lagi stigma yang sudah menyebar di masyarakat, bahwa film kartun hanyalah tontonan untuk anak-anak. Sehingga animasi dianggap sebagai hal yang sepele, padahal kita bisa belajar dari jepang dan korea yang mampu menyerap tenaga kerja dan keuntungan besar dari indusri animasi yang dijalankannya.

Sudah saatnya industri animasi Indonesia untuk bangkit. Dulu kita pernah punya Si Kancil atau Si Huma yang diputar di TVRI pada 1980. Dan sekarang pun animasi lokal sudah aktif diproduksi, seperti serial kartun yang disiarkan di GlobalTV, Tupi dan Pingping atau Rahasia Seputar Shalat. Atau tokoh kartun Dolpino atau Otan di Trans7. “HomelanD” Film animasi pertama Indonesia, Dan masih banyak lagi produk animasi karya Indonesia lainnya yang tidak bergitu tertinggal kualitasnya dengan animasi dari luar negeri. Tinggal kita sebagai konsumen yang harus mendukungnya, agar di waktu mendatang, animasi Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain seperti, India, S
ingapura, Korea, atau jepang dan Hollywood sekalipun. Oleh karena itu cintailah produk Indonesia.

Hidup Indonesia!!!

1 komentar:

Boku no Blog mengatakan...

Ayo terus berkarya...
semangat dan tingkatkan prestasi..
Slam kenal dan mampir ya...

Posting Komentar